Saat ini konsentrasi CO2 di atmosfer sudah mencapai 380 ppm, yang berarti sudah melebihi 80 ppm diatas konsentrasi maksimum pada 740.000 tahun yang lalu (Hoegh, et al, 2007). Aktivitas manusia sendiri ikut menyumbang sekitar 7 Gton CO2 pertahunnya.

Menyikapi semakin meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca yang telah dan akan terus terjadi, beberapa peneliti, pakar teknik dan pakar lingkungan mencoba mengurangi konsentrasi gas rumah kaca atau Green House Gas (GHG) secara langsung yaitu dengan memanipulasi iklim di bumi melalui pendekatan teknik geologi yang sering disebut dengan istilah Geo Engineering.

Beberapa teknik Geo Engineering dibuat berdasarkan carbon sequestration yang dipergunakan untuk mengurangi GHG secara langsung di atmosfer. Metode yang dipergunakan terbagi menjadi 2 yaitu secara langsung dengan menangkap CO2 diudara (carbon dioxide air capture) dan secara tidak langsung seperti dengan penaburan biji besi di laut (ocean iron fertilization). Teknik ini dapat dikategorikan sebagai bentuk dari suatu mitigasi terhadap pemanasan global.

Teknik lain yang dilakukan adalah berdasarkan teknik pengaturan radiasi matahari (solar radiation management), teknik ini tidak mengurangi konsentrasi GHG dan hanya ditujukan untuk mengatasi efek pemanasan akibat CO2 dan gas lainnya, oleh karena itu teknik ini tidak dapat mengatasi permasalahan mengenai pengasaman laut (ocean acidification). Contoh teknik yang dipergunakan adalah dengan menginjeksikan sulfur dioksida ke lapisan stratosfer (stratospheric sulfur aerosols) dan peningkatan daya pantul awan terhadap matahari (cloud reflectivity enhancement).

various-geo-engineering-schemes2

Gambar 1. Teknik yang dipergunakan dalam Geo Engineering

Namun usaha mitigasi tersebut juga perlu dikaji mengenai dampak lain yang kemungkinan dapat ditimbulkan, tentunya kita juga tidak ingin menyelesaikan permasalahan dengan konsekuensi permasalahan yang jauh lebih besar kedepannya. Berikut tabel mengenai Geo-engineering yang sudah dijalankan beserta resiko yang dikhawatirkan terjadi kedepannya.

Teknologi

Tujuan

Resiko

Memompa CO2 ke dasar laut Memotong mekanisme siklus karbon yang lama dari permukaan laut ke perairan laut yang lebih dalam Diyakini CO2 akan terjebak di diantara massa air permukaan dengan massa air di dasar laut
Menabur biji besi di laut Mendorong pertumbuhan plankton sehingga penyerapan CO2 semakin meningkat Dampak ekologisnya terhadap ekosistem laut  masih belum diketahui.
Penanaman pohon buatan Menyerap CO2 di atmosfer dan menguburnya dalam tanah Membutuhkan carbon dalam kadar rendah sebagai sumber energy untuk memulai prosesnya dan teknologi tersebut belum teruji
Penyebaran Sulfur dioksida melalui pesawat terbang atau balon Memantulkan kembali sinar matahari keluar angkasa sehingga intensitas panas matahari berkurang, diharapkan dapat mendinginkan daerah tersebut Berkontribusi terjadinya hujan asam, menghancurkan lapisan ozon dan mempengaruhi proses fotosintesis pada tumbuhan
Pembuatan cermin raksasa di angkasa Memantulkan sebagian pancaran sinar matahari yang dapat mengurangi temperatur bumi Membutuhkan energi dan biaya yang besar, tidak mengurangi pengasaman laut yang telah terjadi
Menabur benih pembuat awan Menyemprotkan bubuk garam untuk membuat formasi awan untuk memantulkan sinar matahari Belum dicoba dalam skala besar dan kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor cuaca
Menaruh batu kapur di laut Meningkatkan kemampuan lautan dalam menyerap CO2 dengan menambah Kalsium karbonat Memperkeruh perairan dan pengaruh arus dapat membuatnya tidak efektif

Salah satu yang menjadi perhatian saya adalah tampaknya Geo-engineering kurang memperhatikan dampak ekologisnya, baik untuk ekosistem terrestrial maupun dilaut. Mengenai terrestrial itu sendiri seperti terkait teknik penyebaran sulfur dioksida yang sangat berdampak terhadap tumbuhan didarat, sedangkan dilaut mengenai menabur biji besi dilaut yang diyakini dapat berdampak pada kematian biota laut akibat blooming alga dan juga mengenai menaruh batu kapur dilaut yang justru dapat menghambat pertumbuhan karang dikarenakan kekeruhan yang disebabkannya.

Geo-Engineering akan lebih baik lagi jika memperhatikan faktor ekologisnya dan bukan justru mengorbankan sebagai efek samping yang harus diterima. Tentunya kita tidak ingin menyelesaikan masalah yang akan berujung pada masalah yang lebih besar (YG).

Referensi

–         http://en.wikipedia.org/wiki/Geoengineering

–         http://global-warming.accuweather.com/

–         http://greenproductsblog.blogspot.com

–         http://www.sodahead.com

–         http://www.strom.clemson.edu

–        G, Hoegh.et al. 2007. Coral Reef Under Rapid Climate Change and Ocean Acidification. Science vol318